Di tengah rimba dan lembah sunyi Sulawesi Tengah, berdiri puluhan batu raksasa yang membisu: arca Palindo, kalamba raksasa, menhir, dan batu-batu lain dengan bentuk manusia yang belum sepenuhnya dimengerti. Mereka adalah warisan budaya megalitik yang telah lama menjadi kebanggaan Lembah Bada, Napu, hingga Behoa.
Namun di balik kekaguman pada keagungan megalit, tersisa satu pertanyaan besar yang hingga kini belum terjawab:
Siapa sebenarnya para pembuat megalit ini? Dan—yang lebih misterius lagi—di mana mereka dikuburkan?
Tidak Seperti Sumba atau Toraja
Berbeda dengan situs megalitik di Sumba atau Toraja yang memiliki kubur batu, makam berundak, atau sistem pemakaman yang dapat diidentifikasi, megalit di Sulawesi Tengah berdiri sendirian. Tidak ada struktur kuburan massal, tidak ada jasad yang ditemukan bersama patung-patung raksasa tersebut. Kalamba yang diduga tempat penyimpanan jenazah, juga belum bisa dipastikan apakah benar berfungsi demikian.
Ini membingungkan para arkeolog, karena budaya megalitik umumnya memiliki keterkaitan kuat dengan sistem penguburan leluhur.
Ada beberapa kemungkinan kenapa jasad para pembuat megalit tak ditemukan:
-
Mereka dikubur di tempat lain
Bisa jadi, lokasi penguburan berada di gua-gua tersembunyi, sungai, atau wilayah sakral yang kini tertutup hutan. -
Penguburan tidak meninggalkan jejak
Jika jasad dibungkus dengan bahan organik seperti kayu, anyaman, atau dikremasi, maka kemungkinan besar tidak meninggalkan sisa arkeologis. -
Belum ditemukan saja
Ekskavasi arkeologis di Sulawesi Tengah belum dilakukan secara menyeluruh. Bisa saja, makam-makam itu masih terkubur di bawah tanah. -
Ritus kematian mereka berbeda
Budaya leluhur Sulawesi mungkin punya cara sendiri dalam memperlakukan kematian—ritual simbolik, pengorbanan, atau bahkan penolakan terhadap penguburan jasad secara permanen.
Lebih Tua dari yang Kita Kira?
Temuan lukisan telapak tangan di gua-gua Morowali Utara dan Menui Kepulauan yang diperkirakan berusia puluhan ribu tahun, memberi petunjuk bahwa wilayah ini telah dihuni manusia jauh sebelum masa megalitik dimulai (sekitar 3000–2000 SM). Mungkinkah pembuat megalit adalah kelanjutan dari peradaban prasejarah itu?
Warisan yang Terancam Sunyi
Sayangnya, banyak situs megalitik di Sulawesi Tengah kini berada dalam kondisi memprihatinkan. Minimnya perhatian, kurangnya pelindungan resmi, dan belum adanya pengelolaan berbasis masyarakat membuat warisan ini nyaris dilupakan. Padahal, jika dirawat dengan baik, situs-situs ini bisa menjadi pusat penelitian, edukasi, sekaligus destinasi wisata budaya kelas dunia.
Megalit di Sulawesi Tengah memang ada—dan berdiri kokoh sebagai saksi bisu kejayaan masa lalu. Tapi jejak para pembuatnya masih hilang dalam kabut sejarah. Di mana mereka beristirahat, kita belum tahu. Tapi misteri inilah yang menjadikan batu-batu itu lebih dari sekadar peninggalan—mereka adalah tanda tanya besar yang terus menunggu untuk dijawab.
Posting Komentar