Oleh : Deddy Christianto Todongi
Albert Christian Kruyt (1906), misionaris dan etnografer Belanda yang meneliti kehidupan dan budaya masyarakat Poso serta memperkenalkan megalit Lembah Bada ke dunia akademik.
Lebih dari seabad lalu, nama Albert Christian Kruyt menjadi bagian penting dari sejarah Poso. Misionaris asal Belanda ini bukan hanya dikenal sebagai penginjil, tetapi juga sebagai etnografer pertama yang mendokumentasikan kehidupan masyarakat Pamona dan situs-situs megalit di Lembah Bada, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Kruyt datang ke Poso pada akhir abad ke-19 bersama sahabatnya, Nicolaus Adriani, dengan misi zending dari Nederlandsche Zendingsvereeniging. Namun, di luar tugas rohaninya, Kruyt justru menorehkan peran besar dalam membuka mata dunia terhadap kekayaan budaya lokal. Ia mencatat bahasa, adat, kepercayaan, hingga batu-batu megalit yang tersebar di wilayah Lore dan Bada — yang kini menjadi bagian dari Taman Nasional Lore Lindu.
Dalam catatannya, Kruyt menggambarkan betapa masyarakat setempat memiliki sistem sosial dan spiritual yang sangat kaya. Ia menulis tentang upacara penguburan, ritual roh leluhur, serta makna simbolik batu-batu besar yang didirikan di tengah lembah.
Salah satu foto terkenalnya, Funeral feast in the Poso area (1918), menunjukkan pesta adat penguburan dengan hewan persembahan — dokumentasi antropologis yang kini tersimpan di arsip Belanda.
Seiring waktu, laporan dan tulisan Kruyt menjadi rujukan utama bagi para peneliti megalit dunia. Penelusurannya di Bada turut mengangkat nama Sulawesi Tengah ke kancah arkeologi internasional. Melalui penelitiannya, ia memperkenalkan bahwa batu-batu raksasa di Lembah Bada bukan sekadar peninggalan nenek moyang, melainkan simbol peradaban spiritual yang kompleks.
Kini, setelah lebih dari seratus tahun berlalu, warisan yang pernah dicatat Kruyt masih berdiri tegak. Megalit Bada menjadi destinasi arkeologi yang diakui dunia, sementara nama Kruyt tetap tercatat sebagai jembatan pertama antara dunia Barat dan kebudayaan Poso.
إرسال تعليق